Kamis, 20 November 2008

Penanggulangan Bencana dalam Dunia Kesehatan

Benarkah sektor kesehatan sering 'berjalan sendiri' dalam penanggulangan bencana di Indonesia? Pertanyaan menggelitik ini dikemukakan MPBI (Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia) pada Workshop Penanggulangan Bencana dalam Dunia Kesehatan yang berlangsung di Hotel Ibis Tamarin Jakarta, 17-19 November 2008. Workshop ini diselenggarakan oleh MPBI bekerjasama dengan Oxam, dan diikuti berbagai elemen baik masyarakat sipil maupun pemerintah yang bekerja di sektor kesehatan. Peserta kurang lebih 20 orang, perwakilan RSU, Dinas Kesehatan, Fakultas Kedokteran, dan beberapa organisasi profesi, faith based maupun LSM seperti IDI, Pelkesi, Muhamadiyah, Bulan Sabit merah Indonesia dan Surf Aid.

Lokakarya diiisi dengan pemaparan informasi dari narasumber, sharing pengalaman, diskusi kelompok dan penyusunan rekomendasi. Pada sesi pertama, dr Rustam Pakaya MPH, kepala Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) Depkes memaparkan strategi, program maupun kegiatan pemerintah (Depkes) dalam penanggulangan bencana khusus kesehatan. Dijelaskan bahwa penanggulangan penyakit menular, gizi buruk dan krisis kesehatan akibat bencana merupakan satu dari lima kegiatan prioritas Depkes. PPK sendiri mengeluarkan kebijakan yang menitikberatkan pada upaya sebelum terjadi bencana (pra bencana) seperti menyusun peraturan, pedoman dan protap, mengembangkan sistem informasi dan komunikasi, sosialisasi program penanggulangan krisis, kesiapsiagaan dengan melatih "pemuda siaga peduli bencana (Dasipena)",dll. selain kegiatan yang dilakukan narasumber juga memaparkan kendala yang dihadapi antara lain sistem informasi yang belum berjalan dengan baik, mekanisme koordinasi, mobilisasi bantuan yang terhambat transportasi, sistem pembiayaan yang belum mendukung, sistem kewaspadaan dini belum berjalan dengan baik dan keterbatasan logistik.

Setelah pemaparan Depkes, Bpk Sudibyo Markus dari Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC), memberi masukan mengenai peran masyarakat sipil dalam pemberdayaan penanganan kedaruratan medis. Upaya penanganan medis yang diusulkan antara lain kesiap-siagaan dimana penanganan bencana menjadi bagian integral dari pengembangan sistem kesehatan nasional. Dalam hal ini, penting dipertimbangkan program Desa Siaga. Selain kesiap-siagaan, upaya selanjutnya adalah kedaruratan medis berupa unit gawat darurat RS lapangan, mobile/ambulatory services dan relawan medis.

Nara sumber lain yang memberi masukan penting dalam lokakarya adalah Nur Hidayati dari CSO Forum for Climate Change, yang memaparkan mengenai Perubahan Iklim dan Eko Teguh Paripurno dari Pusat Studi Manajemen Bencana UPN Veteran Yogyakarta, dengan materi Peredaman Risiko bencana dari global, nasional dan komunitas. Perubahan iklim ditengarai mengakibatkan meningkatnya berbagai penyakit seperti penyakit menular yang disebabkan oleh vektor, penyakit - penyakit infeksi, diareal, dan kekurangan gizi. Sedangkan Pak Eko Teguh memaparkan bagaimana meredam resiko bencana melalui mitigasi maupun upaya mengurangi kerentanan. Bencana menurutnya memiliki kaitan erat dengan pembangunan. Disatu sisi, pembangunan dapat meningkatkan kerentanan namun juga mengurangi kerentanan. Di sisi lain, bencana dapat memundurkan pembangunan, namun dapat juga memberi peluang pembangunan.
Untuk mendapatkan gambaran riil, peserta mendiskusikan topik bencana dan pembangunan dengan mengambil studi kasus kesehatan dan rencana apa yang diusulkan untuk mengatasi masalah kesehatan dalam penanggulangan bencana. Rencana ini kemudian disesuaikan dengan lima point yang direncanakan sebagai rencana aksi nasional penanggulangan bencana, meliputi unsur lembaga, pengkajian resiko, pengetahuan/pendidikan, pengurangan resiko, dan kesiap siagaan.Setelah mendapat masukan dari nara sumber, dan diskusi, peserta kemudian difasilitasi untuk share satu sama lain, khususnya pengalaman penanggulangan bencana yang telah dilakukan maupun rencana ke depan. Dari sharing, beberapa hal yang menonjol antara lain perlunya kerja sama dan jejaring dalam penanggulangan bencana,penekanan pada aspek pengurangan resiko bencana khusus medis, penanganan pasca bencana khususnya kesehatan mental (traumatic healing), pengembangan obat tradisional dalam bencana, dll.

Lokakarya diakhiri dengan penyusunan pokok-pokok rekomendasi antara lain networking melalui mailing list, forum berkala, sosialisasi SOP Depkes (vocal point: IDI), sosialisasi perubahan paradigma bencana, simulasi penanganan kepada semua stake holder, serta mendorong adanya aturan mengenai rumah sakit dengan standard HOPE (hospital preparedness on emergency).Semoga proses dan rekomendasi ini membuat sektor kesehatan lebih terlihat perannya sebagai bagian dari masyarakat sipil yang bekerja sama dengan sektor lain dalam penanggulangan bencana (Vivi)

Senin, 17 November 2008

News : Gempa Bumi di Gorontalo

Hari ini (17/11) Gempa bumi sebesar 7,7 SR mengguncang Gorontalo. Data BMG menyebutkan gempa terjadi pukul 01.02 WITA. Pusat gempa terletak di 1.41 LU - 122.18 BT. Gempa terjadi pada kedalaman 10 km. Sementara ini 2 orang dipastikan meninggal, ratusan rumah rusak dan ratusan orang mengungsi.

Rabu, 12 November 2008

Ina TEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System)

Selasa, 11 November 2008, presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan Ina TEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System) di Gedung Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Jakarta Pusat.

Ina TEWS menjadi alat yang memberikan peringatan, jika terjadi peristiwa gempa bumi. Alat itu akan menunjukkan apakah gempa yang terjadi berpotensi menimbulkan tsunami atau tidak. Dalam sambutannya, Presiden mengatakan, sistem ini diharapkan dapat mengurangi dampak tsunami. Keberadaan sistem ini wujud kemajuan dan kesiapsigaan Indonesia untuk mengurangi dampak gempa dan tsunami yang bisa timbul kapan saja dan dimana saja.

Berbagai bencana yang dialami, memberikan peringatan pada kita untuk waspada dan mempersiapkan diri secara dini. Pemerintah terus mengembangkan teknologi, alat dan peralatan serta sistem dan tatacara untuk menghadapi bencana alam. Namun, semuanya akan sia-sia jika tidak didukung sistem peringatan dini. (kompas.com)

Senin, 20 Oktober 2008

Divisi Penanganan Bencana Alam PELKESI

Rawan bencana. Kalimat ini tepat untuk menggambarkan kondisi Indonesia. Letak geografis dan struktur geologis, memang menyebabkan negeri ini rentan mengalami bencana alam. Sepanjang tahun 2006 saja, terjadi 364 kali kejadian bencana. Artinya, jika dirata-ratakan, setiap hari kita dihantam bencana.

Karena dikepung oleh lempeng Eurasia, Indo – Australa dan Pasifik, sewaktu – waktu pergeseran lempeng ini menyebabkan terjadinya gempa bumi. Selanjutnya, menghasilkan tsunami jika terjadi tumbukan antar lempeng. Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukan ada 28 wilayah di Indonesia yang dinyatakan rawan gempa dan tsunami. Di antaranya Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Lampung, Balikpapan, Banten, Jateng dan DIY bagian Selatan, Jatim bagian Selatan, Bali, NTB dan NTT, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Maluku Selatan, Biak, Yapen dan Fak-Fak di Papua.

Selain dikepung tiga lempeng tektonik dunia, Indonesia juga berada dalam jalur The Pacific Ring of Fire (Cincin Api Pasifik), yang merupakan jalur rangkaian gunung api aktif di dunia. Kurang lebih 240 gunung berapi tersebar di wilayah Indonesia, 70 di antaranya masih aktif.

Disamping itu, negara kita juga memiliki curah hujan yang tinggi yakni 1000 – 4000 milimeter per tahun. Kondisi alamiah ini potensial berakibat banjir, yang semakin diperparah dengan gundulnya hutan, tata kota yang buruk, sampah, dll. Bencana sedimen seperti longsor pun dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, khususnya di musim penghujan. Inilah kondisi Indonesia, negara bencana.

Keterlibatan PELKESI dalam Penanganan Bencana Alam

Banyak pihak peduli bencana. Pemerintah, lembaga non pemerintah, perusahaan, bahkan individu turun tangan menangani bencana. Ada lembaga yang secara khusus memfokuskan diri untuk sepenuhnya menangani bencana, dengan fokus pada upaya pencegahan, penanganan saat bencana dan pasca bencana. Ada juga yang bersifat charity atau menjadi bagian dari tanggung jawab sosial (social responsibility).

PELKESI sebagai persekutuan pelayanan kesehatan Kristen di Indonesia juga berupaya membantu korban bencana dengan sumber daya yang dimiliki. Didasari oleh misi organisasi untuk memperjuangkan pelayanan kesehatan yang utuh dan menyeluruh (holistik), PELKESI terlibat dalam penanganan bencana khusus medis melalui mobilisasi Unit Pelayanan Kesehatan (Rumah sakit anggota PELKESI) dan relawan untuk terlibat pada masa tanggap darurat. Selain itu juga PELKESI terlibat dalam program rekonstruksi dan rehabilitasi pasca bencana khusus kesehatan di beberapa tempat seperti Aceh dan Nias.

Guna mengoptimalkan penanganan bencana, tahun 2004 Sekretariat PELKESI dilengkapi dengan Divisi Siaga dan Tanggap Bencana. Divisi ini mengkoordinir penanganan bencana PELKESI termasuk fasilitasi capacity building bagi tim medis maupun non medis dalam penanganan bencana, juga memantau implementasi program rehabilitasi dan rekonstruksi PELKESI pasca bencana.

Sejak 2004, tercatat beberapa kali penanganan medis pada masa tanggap darurat yang dikoordinir Divisi Siaga dan Tanggap Bencana. Diantaranya, gempa bumi di Alor (Desember 2004), Tsunami Aceh (Desember 2004), Tsunami dan gempa bumi di Nias (Desember 2004, Maret 2005), Gempa Bumi Yogyakarta (Mei 2006), Tsunami Pangandaran (Juli 2006), Tanah Longsor Solok – Sumatera Barat (Maret 2007) Banjir di Aceh Tamiang (Januari 2007), Banjir Jakarta (Februari 2007, 2008), Gunung Meletus di Halmahera (Juli 2007).

Penanganan ini melibatkan dokter dan para medis dari Rumah Sakit anggota PELKESI seperti RS Fakultas Kedokteran UKI, RS PGI Cikini, RS Maranatha Bandung, RSK Mojowarno, RSK Marsudi Waluyo, RS Bethesda Tomohon, RS Imanuel Bandung, RS Bethesda Serukam, RS. Bethesda Saribudolok, RS Horas Insani Medan, RS Sari Mutiara Medan, RS Bethesda Yogyakarta, RS Mardi Waluyo Lampung, serta para relawan baik medis maupun non medis.

Tahun 2008 ini, selain menangani bencana (jika terjadi), PELKESI akan memfasilitasi pelatihan penanganan bencana bagi tenaga medis dari rumah sakit anggota yang tersebar di lima wilayah administratif PELKESI. Diharapkan tim yang dilatih, siap menjadi tim rescue penanganan bencana.

Sedikit yang dilakukan. Tetapi biarlah menjadi titik tolak untuk penanganan yang lebih komprehensif. Semoga mereka yang kurang beruntung karena bencana alam merasakan manfaat pelayanan ini. Bantuan semua pihak untuk penanganan bencana, sangat kami harapkan.(Vivi)


Submit your donation for Disaster Response and Preparedness trough PELKESI/ICAHS account
No. 023-001-000-472-305
Persatuan Pelayanan Kristen Kesehatan Indonesia

Selasa, 14 Oktober 2008

Program Siaga & Tanggap Bencana PELKESI

Pelkesi terlibat dalam penanganan bencana khususnya pelayanan medis pada masa tanggap darurat. Penanganan bencana yang dilakukan sepanjang tahun 2007 antara lain pelayanan medis untuk korban banjir Jakarta, tanah longsor Solok Sumatra Barat, serta gunung meletus di Halmahera.